Harapan Kebangkitan Semu Berlabel Islam


bukan harapan kebangkitan semu

Runtuhnya Daulah
3 Maret 1924 merupakan  tanggal yang seharusnya tidak akan pernah bisa terlupakan oleh kita umat islam. Pasalnya saat itu payung besar yang mengayomi umat islam semenjak wafatnya Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam dicabut sampai ke akar-akarnya oleh Mustafa Kamal Attaturk la'natullah 'alaih hingga menimbulkan rasa sakit yang begitu mendalam di hati kaum muslimin.

Sejak saat itu kaum muslimin bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya, lari tunggang langgang berteriak kesana kemari tanpa arah mencari perlindungan induknya. Mereka diatur oleh sistem kufur, sistem yang berlumuran darah segar hasil dari  pembunuhan induk pelindung kaum muslimin,  hilanglah jatidiri islam dan kaum muslimin, tidak tahu lagi kemana arah dan tujuan hidupnya, akhirnya dengan rela atau terpaksa  memeluk sistem busuk itu yang bahkan bau nyinyir-nya masih terasa menyengat sampai sekarang.

Sejak itu pula kaum muslimin bagaikan lidi yang berserakan tersebar tidak kurang dari 50 negara bangsa dengan sekat masing-masing yang begitu kuat (nasionalisme) hingga tidak lagi menyadari adanya saudara di negeri lain yang sedang tersakiti bahkan sekalipun tahu/menyadari terkesan acuh karena merasa bukan urusan dalam negerinya.

Bahkan nasib Muslim di berbagai negeri seperti dibiarkan begitu saja oleh pemimpin dunia Islam. Merasa puas hanya dengan memberikan bantuan logistik atau membuka penampungan yang sampai kapan pun tidak akan pernah menyelesaikan akar persoalannya, yaitu agresi militer dan pembunuhan masal oleh kafir yang haus darah.

Terpecahnya umat Islam menjadi beberapa negara dengan dipimpin oleh antek penjajah itu menjadikan mereka bercerai berai, mudah dipatahkan dan lemah tiada berkekuatan dalam menghadapi serangan sengit dari kaum kafir penjajah yang sampai kapanpun tidak akan rela hingga umat Islam mengikuti milah kufur bahkan ke dalam pemikiran dan hatinya.

Umat Merindukan Penerapan Syariah

Penerapan sistem kufur di tengah-tengah umat saat ini menambah carut marutnya kehidupan pasca runtuhnya khilafah, dimana era globalisasi kian mendorong proyek liberalisasi yang menjadikan umat semakin liberal dan jauh dari Islam, nyaris tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak terkena virus liberalisasi yang berlangsung secara sistematis dan dikendalikan langsung oleh para penguasa negeri-negeri muslim yang sudah terpecah belah.

Dalam kondisi semacam itu, alhamdulillah kita dapati adanya temuan yang mencengangkan bagi mereka yang memuja kebebasan dan tidak mau terikat dengan agamanaya, namun sebaliknya temuan ini merupakan angin segar bagi orang-orang yang berusaha membangkitkan lagi kehidupan islam ditengah-tengah kaum muslimin.

Beberapa waktu lalu, tepatnya pada tahun 2008, lembaga survei SEM institute melakukan sebuah survei di 38 kota di Indonesia. Dari survei tersebut ditemukan fakta bahwa 72 persen masyarakat setuju dengan penerapan syariah Islam. Dimana penerapan syariah yang dimaksud bukan hanya sekedar syariah dalam ibadah ritual (mahdhoh) tapi penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Temuan SEM Instutute ini sama persis dengan dengan survei sejenis yag dilakukan oleh  Pew Research Center (PRC) yang bermarkas di Washington DC. Pada tahun 2011 silam PRC merilis bahwa  72 persen kaum Muslim di Indonesia menginginkan syariah Islam sebagai hukum negara. (Media Umat, 15 April 2014)

Temuan tersebut menggambarkan keinginan kuat masayarakat Indonesia untuk diatur oleh syariat Islam. Fakta ini menunjukkan bahwa dakwah Islam yang dilakukan oleh berbagai harokah selama ini sebenarnya ada hasil dan mengambil ruang di hati masyarakat. Meskipun kemudian harokah dakwah atau partai politik Islam tidak banyak yang tahu bagimana mengarahkan antusiasme masyarakat ini kepada metode penerapan syariah Islam yang menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.

Walhasil fikrah Islam yang sudah terbentuk ditengah-tengah umat belum bisa direalisasikan secara utuh melainkan hanya parsial yang menyangkut urusan ibadah mahdhah, pernikahan, cerai, waris dan lain sebagainya yang tidak termasuk dalam peraturan umum bernegara.

Kondisi diatas adalah apa yang bisa kita jumpai di Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim dan termasuk dalam negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga setidaknya bisa mewakili negeri-negeri muslim lainnya dalam hal kerinduannya terhadap penerapan syariah di negaranya. Meskipun tidak kita pungkiri di negeri muslim lainya bisa jadi lebih besar kerinduannya dibanding indonesia, apalagi di negeri yang sedang bergejolak seperti di Palestina, Mesir, suriah, afghanistan, Irak dan lain sebagainya.

Harapan Semu Berlabel Islam

Besarnya kerinduan umat terhadap penerapan syariah Islam ternyata tidak berarti mereka menyadari sepenuhnya terhadap sumber utama yang menyebabkan mereka jauh dari Islam dan tidak diatur dengan aturan islam, atau dengan bahasa lain sulitnya syariah Islam ini terwujud secara kaffah.
Ketidaktahuan ini menjadikan umat ini seringkali tertipu oleh adanya tawaran solusi dari permasalahan yang disuguhkan oleh berbagai pihak, seolah dari islam dan untuk umat islam. Padahal jika dilihat lebih dalam akan terlihat bahwa semua solusi itu adalah solusi semu berlabel Islam.

Apa saja yang menjadi harapan umat, berlabel Islam namun ternyata semu? beberapa diantaranya:

1.  OKI (Organisasi Kerjasama Islam)
OKI merupakan organisasi islam internasional dengan 57 negara anggota yang memiliki seorang perwakilan tetap di Persirikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Didirikan di Rabat, Maroko pada 25 September 1969 oleh para pemimpin dunia Islam sebagai reaksi terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al Aqsa pada 21 Agustus 1969 oleh pengikut fanatik Kristen dan Yahudi di Yerussalem. (Wikipedia)

Pada pertemuan OKI di Makkah, tanggal 14 Agustus 2012 lalu, Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz mengatakan "Umat sekarang ini hidup dalam keadaan perselisihan dan perpecahan. Sementara penyebabnya adalah karena menumpahkan darah anak-anak umat ini, di bulan yang suci ini."
Ia juga menambahkan "Jika kita melakukan keadilan, maka kita akan mengalahkan kezaliman; jika kita mengadakan jalan tengah maka kita akan menaklukan sikap melampaui batas, dan jika kita menghilangkan perselisihan, maka kita akan menjaga persatuan, kekuatan dan tekad bersama kita."(hizbut-tahrir.or.id/2012/08/24)

Seperti kita ketahui bahwa negara-negara yang tergabung dalam OKI tidaklah berdiri diatas dasar Islam meskipun diantaranya ada yang menerapkan sebagian hukum Islam, namun karena sistemnya bukan Islam dan Nasionalismenya begitu kuat, maka disinilah sesungguhnya hakikat dari perpecahan itu sendiri.

Hal ini diperkuat dengan adanya Piagam OKI yang menyatakan bahwa setiap negara anggota saling mengakui kebijakan dan kemerdekaan masing-masing. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa OKI dan dan anggotanya inilah yang mencegah adanya persatuan.

Ditambah lagi OKI ini "mandul" tidak mampu melahirkan solusi tuntas dari permasalahan yang mendera umat Islam.  Lihat saja di Suriah, apa yang bisa dilakukan OKI padahal mereka mempunyai kekuatan militer yang besar dan persenjataan yang memadai. Bahkan negara-negara yang berafiliasi dengan OKI ada yang mendukung secara terbuka atas rezim Basyar Asad, mendukung secara tersirat dan menunggu tuannya memberikan komando untuk bergerak.

2.  ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah)
Disaat Umat Islam tergugah untuk kembali menerapkan aturan Qur'an dan Sunnah pada ranah pemerintahan, muncullah Daulah Islam yang diproklamirkan oleh kelompok milisi Jama'at Tauhid wal Jihad (Jabath an-Nusrah li Ahli asy-Syam) pada tanggal 29 Juni 2014 lalu di Irak dengan Khalifahnya Abu Bakr al-Baghdadi. Daulah ini Selanjutnya disebut ISIS yang kemudain berubah menjadi IS (Islamic State). (Wikipedia)

Sontak dunia digegerkan dengan adanya deklarasi ini, bahkan media islam di Indonesia seperti Arrahmah dan VOA Islam sempat mendukung (kalau tidak dikatakan berbaiat) walau akhirnya kemudian menarik lagi "baiatnya".

Kehadiran IS ini patut kita apresiasi dalam hal kemauannya untuk diatur oleh syariah dalam bingkai Negara (baca: khilafah). Namun jika dalam pendiriannya tidak syar'i karena tidak sesuai dengan metode Rasulullah, juga dalam perjalannya menghalalkan segala cara untuk menjaga eksistensinya maka ini akan menjadi batu sandungan tersendiri dalam memperjuangkan Khilafah yang syar'i.

Umat yang sudah rindu akan daulah tentunya bertanya-tanya benarkah khilafah telah berdiri? khilafah yang akan menyatukan mereka dan menyelamatkan mereka dari kungkungan penjajahan kaum kafir.

Setelah melihat fakta, pupuslah harapan itu bahkan yang ada adalah kekecewaan. Khilafah yang begitu diagungkan kini dikriminalisasi sedemikian rupa.

3.  Turki
Sejak Mustafa Kamal Ataturk mengganti kekhalifahan Islam Turki Usmani pada tahun 1924 menjadi republik yang berideologi sekuler kapitalis, negara tersebut praktis menjadi pesakitan dalam pentas peradaban modern negara-negara dunia. Padahal, sebelumnya Turki Usmani adalah sebuah kekuatan besar yang bahkan luasnya membentang di antara negara-negara Eropa dan Asia.

Namun saat ini Turki adalah Negara sekular namun "Islami" dan dibanggakan dimata kebanyakan orang. Bagaimana tidak, di tangan Presiden Receb Tayyip Erdogan, Turki bangkit dengan beragam prestasi di bidang ekonomi dan keagamaan seperti kebolehan hijab, pengajaran quran dan hadist di sekolah-sekolah, kecaman terhadap Israel atas pembantaian rakyat palestina dll.

Hal ini senada dengan jawaban Pengamat pertahanan dari Universitas Pertahanan dan Institut Peradaban, Salim Said, saat ditanya bagaimana kondisi politik Erdogan dan Turki.

"Tetap Turki tidak menjadikan dirinya negara Islam atau Syariah tetapi prakteknya adalah makin lama makin Islami," ujar Salim kepada Merdeka.com saat ditemui di Institut Peradaban, Jalan Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Rabu (Merdeka.com: 20/7/16)

Sikap pemerintahan Erdogan ini memang cukup menarik simpati banyak pihak di Dunia Islam. Hal ini kemudian memunculkan harapan beberapa pihak, Turki di bawah pimpinan Erdogan menjadi simbol kebangkitan Dunia Islam dan membebaskan umat Islam, termasuk Palestina dari penindasan.
Namun, Tahukah kita bahwa sampai kapanpun Erdogan akan terus mempertahankan Turki yang sekuler dan malah menangkapi para pejuang Islam yang memperjuangkan Khilafah.

“Partai kami adalah sebuah partai konservatif dan demokratis. Bahkan kami bertekad untuk terus mempertahankan identitas ini.”

Erdogan menolak mentah-mentah sebutan Utsmaniyin baru atas politik luar negeri Turki. Dia mengatakan bahwa “tidak dapat diterima pendekatan semacam itu.”(al-aqsa.org, 15/12/2009).

Erdogan juga pernah menegaskan komitmennya mendukung negara sekular Turki. Saat berbicara dengan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (17/4/2007), Erdogan mengingatkan kaum sekular yang takut soal pencalonannya kembali saat itu. “Demokrasi, sekularisme dan kekuasaan negara yang diatur oleh undang-undang adalah prinsip utama dalam sebuah negara republik. Jika ada salah satunya yang hilang maka pilar bangunan negara akan runtuh. Tidak ada kelompok manapun yang meresahkan pilar-pilar itu. Dengan keinginan masyarakat, maka pilar-pilar itu akan hidup selamanya.”

4.  Arab saudi
Jika kita menengok ke dalam negeri, bebarapa waktu lalu sempat diramaikan dengan kedatangan raja Salman yang super luar biasa ditemani rombongan hingga 1500 orang, diantaranya 25 orang pangeran dan 10 menteri.

Dikabarkan bahwa Saudi membawa investasi yang begitu besar, diharapkan mencapai USD 25 miliar atau sekira Rp. 323 triliun, membuat sebagian pihak menarik ekspektasi hal itu bisa menggusur investasi dan utang dari China.  Ekspektasi itu agaknya jauh panggang dari api.

Sebab, Saudi bukan membawa dana segar yang bisa digunakan sesuai keinginan Pemerintah negeri ini. Jika pun begitu, belum tentu dana segar itu akan digunakan untuk melunasi hutang ke China. Sebaliknya, dana yang dibawa atau ditawarkan oleh Saudi adalah untuk keperluan investasi pada sektor-sektor dan proyek tertentu.

Lebih dari itu, investasi Saudi tidak bersinggungan dengan investasi China. Investasi Saudi akan lebih dominan di sektor perminyakan dan petrokimia. Jika pun dikabarkan akan ada investasi Saudi di sektor perumahan, dan infrastruktur, termasuk jalan tol misalnya, itu baru kabar dan belum jelas di mana dan berapa besarnya.

Jadi investasi Saudi bukan di sektor infrastruktur dan properti yang selama ini dan nantinya menjadi jarahan investasi China. Apalagi, infrastruktur di Saudi sendiri, misalnya kereta, digarap oleh China. Investasi Saudi juga tidak menjadi substitusi investasi China.

Dari semua itu, terlalu jauh jika berharap bahwa dengan investasi Saudi ini cengkeraman China akan bisa dipangkas atau bahkan dihilangkan. Sebaliknya, keduanya akan berjalan bersamaan. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []Yahya Abdurrahman-LS DPP HTI.

Selain contoh yang disebutkan diatas, tentunya masih banyak hal lain yang tidak jauh berbeda, semuanya bisa dikatakan “Pepesan Kosong Demokrasi”. Secantik apapun label yang disematkan tetap saja tidak bisa dijadikan solusi tuntas atas setiap permasalahan yang mendera umat ini selama Mabda yang dijadikan landasan adalah Mabda rusak Demokrasi Kapitalis.

Masih Adakah Harapan Kebangkitan yang Sesungguhnya?

Jika pangkal persoalannya adalah tidak diterapkannya Islam di tengah-tengah umat dan ketiadaan pemimpin yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia, maka solusinya tidak lain dan tidak bukan adalah mengembalikannya seperti semula, yakni mengembalikan institusi yang di dalamnya bisa diterapkan aturan Islam secara kaffah dibawah kepemimpinan Khalifah.

Terakhir, Umat yang sudah sadar untuk diatur oleh syariah ini harus terus diedukasi secara terus menerus bahwa syariah ini memang solusi atas setiap permasalahan, hanya saja syariah Islam tidak bisa diterapkan secara sempurna kecuali menggunakan sistem Islam. Khilafah adalah satu-satunya institusi yang didalamnya dijalankan sistem Islam, khilafah lah satu-satunya harapan hakiki sebagai washilah menggapai ridho Allah agar bisa terwujud kebangkitan umat.

وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُونَ ﴿يوسف:٨٧﴾

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (TQS. Yusuf: 87)

Dari berbagai sumber.
sumber gambar: http://ditaanggraini.web.ugm.ac.id

0 Komentar