Syarat dan Ketentuan syirkah Mudharabah - Amal, Bagian 3

amal, aktifitas kerja dalam sarat ketentuan syirkah mudharabah
Setelah sebelumnya membahas ketentuan pertama dari syirkah mudhorobah, maka kali ini kita akan membahas tentang ketentuan kedua, takni Aktifitas Kerja.

Kerja atau 'amal adalah aktifitas pengelolaan harta atau modal yang diamanahkan oleh pemilik modal, baik dilakukan sendiri oleh mudhorib/amil/pengelola maupun dilakukan bersama dengan pemilik modalnya sebagai pekerja.

Oleh karena itu penting untuk diketahui beberapa ketentuan terkait aktifitas pengelolaan modal dalam mudharabah tersebut agar sesuai dengan apa yg sudah ditentukan oleh hukum syara'.

  1. Tidak diperbolehkan memperjualbelikan segala sesuatu yang diharamkan oleh syariat.

    Seorang muslim tidak diperkenankan menjual dan membeli apa yang diharamkan dalam islam. Termasuk bagi kafir dzimmi, mereka juga tidak boleh membelikan sesuatu yang diharamkan bagi orang muslim meskipun baginya boleh-boleh saja.

    Dalam hal ini Ibnu Qudamah menyatakan: "Tidak diperbolehkan bagi sang amil membeli khamr atau babi, baik keduanya (pemodal dan pengelola) muslim atau salah satunya muslim yang lainnya dzimmi. Bila dia lakukan maka wajib ganti rugi. Ini juga pendapatnya Asy-Syafi’i…." (Al-Mughni 6/464-465)

  2. Pemilik modal tidak Membatasi 'amil untuk mengelola hartanya.

    Dalam Madzhab Malikiyah dan Syafi’i,ditentukan bahwa pemilik modal memberikan hak dan otoritas sepenuhnya kepada Amil untuk mengelola uangnya, sebab dalam akad mudharabah yang diakadkan adalah antara pengelola dan harta pemodal, bukan atas badan pemodalnya, jadi pemodal menjadi seperti orang asing dari syirkah itu sehingga ia tidak berhak atas pengelolaan syirkah tersebut.

    Namun demikian, pemodal boleh menetapkan syarat-syarat tertentu atas pengelolaan hartanya selama tidak bertentangan dengan prinsip mudhorobah dan tidak meniadakan keuntungan secara total meskipun bisa jadi malah menguranginya, ini adaldapat Madzhab Hambali dan Hanafi.
  3. Pembatasan waktu.

    Dalam hal ini jumhur ulama berpendapat mudharabah tidak boleh ditentukan waktunya. Namun, pendapat yang rajih adalah diperbolehkan adanya akad mudharabah dengan tempo tertentu sesuai kesepakatan kedua belah pihak apakah akan diteruskan atau disudahi setelah periode syirkah berakhir.

    Akad syirkah secara otomatis batal/berakhir jika:
    - kedua belah pihak atau salah satunya membubarkan akad mudharabah.
    - kematian salah satu atau keduanya.
    - keduanya atau salah satunya mengalami kegilaan (gangguan jiwa).
    - terjadi hajar, penyitaan harta karena keduanya atau salah satunya diklaim sebagai safiih yakni pihak yang tidak layak mengelola harta.
  4. Amil tidak boleh menyerahkan modal kepada amil lain dengan modal shohibul mal yang mana amil terikat akad mudhorobah dengannya.

    Para fuqaha dari semua madzhab melarang praktik amil yang menyerahkan harta modal dengan pihak lain sebagai akad mudhorobah kecuali atas perintah/instruksi dari shohibul mal.

    Al-Imam Malik rahimahullah menyatakan, “Sang amil tidak diperbolehkan melakukan akad qiradh (mudharabah) dengan pihak lain kecuali dengan perintah/instruksi shahibul maal.” (Al-Mudawwanah, 5/104)
    Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni (6/461) menguraikan, “Tidak diperbolehkan bagi mudharib (amil) menyerahkan harta (modal) kepada pihak lain sebagai akad mudharabah….”

    Jikapun ada yang memperbolehkan dengan seizin pemilik modal, maka status Amil dalam akad mudhorobah dengan amil yang lain tersebut bukanlah termasuk di dalam akad itu sendiri, karena pada hakikatnya dia bukanlah pemilik modal. Jadi, tidak ada laba bagi sang amil, Sebab laba mudharabah hanya tercapai dengan dua hal: modal dan amal (kerja), dan dalam hal ini amil tadi tidak termasuk dalam keduanya.

    Posisi amil pada kondisi ini hanya sebagai wakil shahibul maal. Dia hanya mendapatkan upah wikalah (sebagai wakil) yang diberikan shahibul maal. Sementara laba dibagi antara shahibul maal dengan pihak ketiga.

    Amil diharuskan mengerjakan segala sesuatu yang bisa dilakukan seorang amil dan dia tidak mendapatkan upah/laba khusus untuk itu. Adapun pekerjaan diluar kebiasaan maka dia bisa menggaji pegawai yang diambilkan dari modal (termasuk biaya operasional usaha). (Al-Mughni 6/470)

    Perlu dicatat, mudhorib/amil diperbolehkan memperkerjakan karyawan dan menggajinya selama masih dalam cakupan amalan mudharib (amil) di mana sang amil tidak terpisah dengan amalan mudharabah.
Itulah beberapa ketentuan singkat terkait aktifitas usaha yang menjadi syarat dalam syirkah mudharabah.

Selanjutnya pada bagian keempat, akan dijelaskan mengenai syarat mudhorobah yang lain yaitu Laba Usaha.

0 Komentar