Hewan Bersosial, Siapakah Mereka?

Hidup manusia pada dasarnya memang saling membutuhkan, ketika saudaranya begitu sulit untuk mewujudkan apa yang ia usahakan maka kembalinya tidak lain adalah meminta bantuan kepada orang-orang disekitarnya. Hal itu sangatlah wajar mengingat manusia adalah mahluk lemah tanpa arti sebuah ikatan, ikatan yang mengeruk begitu banyak informasi bagaimana standar kebutuhan tiap anggotanya mulai dari hal terkecil yang sebenarnya mampu untuk dipenuhi oleh pribadi maupun kebutuhan besar yang sulit untuk diangkat dengan dua tangan.

Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah bersosial, kecuali bagi mereka yang benar-benar anti sosial. Sudah bukan jamannya lagi menghafal definisi sosial secara tekstual apalah gunanya berjubel pengetahuan manusia hewantentang ilmu kehidupan bermasyarakat kalau hanya sebatas pada lisan dan pikiran, lisan boleh saja fasih melontarkan argumen-argumen tajam kehadapan publik, pikiran boleh saja dituangkan kedalam lembar kehidupan tapi musti diingat hanya satu model yang akan diterima dalam hubungan secara menyeluruh ketatanan masyarakat itu sendiri.

Adalah Hewan besosial bagi kita yang senantiasa bahu-membahu dalam pemikiran dan sikap dogmatis. Secara fisik kita memang manusia, memakai baju, makan dan minum serta berkomunikasi dengan bahasa yang begitu plural, tapi dapatkah kita melihat begitu miripnya(sama) kita dengan hewan, mereka berkumpul mencari makan, mereka bisa menolong ketika salah satu dari anggota mendapat serangan dari luar dan berbagai kesamaan lain yang sulit disebutkan.

Kenapa bisa disebut hewan bersosial? Jawabnya tidak lain adalah kelebihan yang deberikan Allah SWT berupa akal dan hati tidak kita pergunakan layaknya manusia seutuhnya. Seringkali kita pungkiri berapa banyak sikap atau perilaku kita dihadapan manusia lain (baca = saudara) begitu jauh dari perikemanusiaan. Contoh paling umum adalah dogmatisasi dalam pemikiran yang berujung pada sikap acuh dan kemasabodohan terhadap nilai-nilai al-haq atau kebenaran seperti dalam cerita kingkong berikut,

Suatu ketika ada penelitian terhadap empat ekor kingkong yang kemudian dimasukkan dalam kandang,kemudian digantung pisang ditengah-tengah kandang, otomatis keempat kingkong tersebut mendekat dan berebut… tapi belum sampai mengambil pisang yang digantung keempatnya langsung disemprot dengan air dengan begitu keras ke mukanya hingga mereka mundur dan takut untuk mengambil pisang. Bahkan jika salah satu dari kongkong tersebut mencoba mengambil pisang itu kembali maka semua akan disemprot dengan keras walaupun Cuma satu yang membandel. Hal itu dilakukan terus menerus hingga kinkong-kinkong itu tahu bahwa akan ada bahaya semprotan air jika mereka bersikukuh untuk mengambil pisang yang digantung tadi.

Beberapa waktu kemudian seekor kingkong dikeluarkan dan diganti dengan kingkong yang baru, karena baru dan tidak tahu spontan kingkong tersebut mendekati pisang dan bermaksud mengambilnya tapi lagi-lagi semprotan keras menghampiri kingkong baru tersebut dan tentunya ketiga kingkong yang sudah lama juga ikut disemprot. Penggantian kingkong terus dilakukan sampai semua dalam kandang berisi kingkong baru…. tapi karena pengalaman yang mereka alami dan juga dari peringatan dari kingkong-kingkong sebelum mereka diganti satu persatu maka sampai pada penelitian akhir mereka benar-benar tidak berani mengambil pisang ditengah kandang tersebut padahal semprotan airnya telah lama tidak digunakan sejak pertama penggantian kingkong.

Apa yang bisa kita ambil dari cerita diatas?

Cerita diatas menunjukkan bahwa kita adalah hewan bersosial, pemikiran yang dianggap sudah mendarah daging, sudah dari sono-nya tidak boleh diubah-ubah lagi, padahal kebenarannya belum jelas dan condongnya adalah salah, disinilah kita menjadi hewan bersosial yang terdogma oleh suatu aturan yang jelas-jelas bukan dari Al-Quran dan Ash- shunnah. Banyak contohnya dalam kehidupan sehari-hari, dilingkungan kantor misalnya karena sudah dari sononya banyak yang memark up dana ini dan itu lantas kita rela menggadaikan iman hanya demi ikut arus, hanya demi tidak ingin membuat rekan kecewa, hanya karena ingin diri kita begitu dihargai keberadaannya dan bukan menjadi asing diantara mereka, “Islam itu asing dan akan kembali asing” dan juga sebenarnya “Rosulullah dan orang-orang mukmin itu keras terhadap kekafiran dan begitu kasih terhadap sesamanya”_firman Allah_ .

Lalu? Apa tidak ada istilah lain yang lebih sopan dari Hewan Bersosial?

Tapi hanya ada pengecualian, istilah itu benar benar berlaku dan akan berubah menjadi bukan istilah lagi tapi benar-benar sebutan bagi manusia yang bertindak layaknya hewan, membiarkan saudara kita yang papah adalah tindakan hewan, menghardik anak yatim adalah hewan, menodai anak sendiri adalah hewan, membunuh bayi yang tidak berdosa adalah hewan, pergaulan bebas adalah hewan, hamil diluar nikah dengan alasan suka-sama suka adalah hewan, saling menjatuhkan sesama adalah hewan, membantai kaum yang lemah adalah hewan, merampas tanah yang diduduki adalah hewan dan semua perbuatan hewan lain yang begitu lekat kita jumpai dalam kehidupan sekarang ini lantas apa bedanya kita dengan hewan? Tidak ada bedanya dan kita memang benar-benar hewan bersosial, hewan berdasi, hewan bermobil dan hewan berbaju. Na’udzubillah sungguh na’udzubillah

Itulah hidup yang mati, hidup yang sudah tidak mau lagi mematuhi rambu-rambu Allah swt.

Sudah saatnya kita bercermin, mencari dan membersihkan noda dalam diri

Masih bisakah kita disebut manusia, atau sebaliknya?

1 Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dengan bijaksana.